Total Tayangan Halaman

Senin, 17 September 2012

Keindahan yang terselubung, Pantai Siung..

Pantai Siung, tampak dari atas
 Haloo.. Baru sempat menulis di blog lagi nih gue..
Saat ini, gue mau bercerita tentang perjalanan gue tanggal 24 Agustus 2012 kemarin ke sebuah daerah yang amat indah namun terpencil..

Ya, daerah yang indah ini merupakan kawasan wisata berupa pantai dan tebing-tebing yang menyelimutinya. Terletak di kawasan Gunung kidul, Jogjakarta. Kawasan ini memiliki jarak tempuh yang lumayan jauh dari pusat kota Jogjakarta, sekitar 70 km..


Cerita dimulai pada tanggal 24 Agustus, sekitar pukul 16.30 gue bertemu dahulu dengan teman seperjalanan gue. Kami bertemu di daerah terminal lebak bulus, Jakarta Selatan. Saat itu, teman seperjalanan gue sudah membelikan tiket bus yang menuju ke daerah terminal Wonosari, Jogjakarta. Terminal Wonosari merupakan akses kendaraan umum paling dekat menuju tempat tujuan kami itu. Jalur Jakarta-Jogjakarta-Wonosari pun akhirnya kami tempuh dengan menggunakan P.O. Handoyo dengan harga tiket yang lumayan melambung karena masih saat lebaran. Jalur tersebut yang pada hari normal dibanderol dengan harga sekitar 100rb, kontan naik menjadi seharga 150rb. Sebenarnya kami bisa mengakses daerah ini dengan harga yang lebih terjangkau, yaitu dengan menggunakan kereta api dari Stasiun Tanah Abang-Stasiun Tugu Jogjakarta yang kemudian disambung lagi ke Stasiun Lempuyangan dan memakan biaya sekitar 60rb . Namun hal ini tidak bisa kami lakukan karena tiket menuju kesana sudah habis yang disebabkan oleh arus mudik.
Pantai Siung

Perjalanan kami tempuh sekitar 15 jam menuju ke Jogjakarta, jalanan masih menunjukkan kepadatan di beberapa titik namun tidak begitu berarti. Sedangkan arus balik menuju ke arah Jakarta sudah mulai padat. Di Jogjakarta, Pak Supir bus mengajak semua penumpang istirahat sejenak untuk sarapan pagi, lalu perjalanan sejauh 2 jam kami tempuh menuju ke arah Terminal Wonosari. Kami pun tiba di terminal Wonosari sekitar pukul 10.00 pagi. Disana kami menunggu sejenak beberapa anggota rombongan tambahan yang berangkat dari Solo, Sleman, dan Muntilan. Setelah kami semua berkumpul kamipun sepakat untuk mencarter sebuah mobil carry seharga 150rb karena jumlah rombongan kami bertambah menjadi 9 orang dan barang bawaan cukup banyak. Disini, ada alternatif lain yang bisa dipilih, yaitu menggunakan minibus sekelas kopaja dengan harga sekitar 20-30rb per orang.

Perjalanan berlangsung kurang lebih sekitar 1-1,5 jam. Jalur perjalanan kami menyusuri tepi gunung. Cukup bergelombang naik dan turun sambil disuguhi dengan pemandangan hutan jati yang tanahnya retak akibat musim kemarau. Di kawasan ini masih ada sekitar 5 pantai lainnya dengan tekstur dan keadaan yang berbeda-beda. Daerah Gunung Kidul pun cukup dikenal dengan wisata Goa. Salah satu goa yang terkenal adalah Goa Bekah.

Lagi susur tebing
Saat kami tiba, kami pun mulai menyusuri pantai dan mencari kawasan tebing yang cukup nikmat untuk dipanjat. Menurut info yang kami dapat, Di Pantai Siung ini terdapat 250 jalur panjat tebing yang tersebar di sekitar kawasan ini. Di daerah ini pun sudah cukup banyak fasilitas seadanya yang dibangun oleh masyarakat sekitar. Ada toilet umum yang jumlahnya lumayan banyak, penyewaan tenda yang dapat digunakan di camping ground yang cukup luas dan dekat dengan tebing, ada basecamp yang berupa rumah rumah panggung di sisi lain  dari tebing-tebing pantai ini, juga ada sebuah kamar-kamar penginapan kecil yang disewakan oleh penduduk sekitar. Kami berada di sini selama 3 hari, weekend adalah saat yang amat dinantikan oleh penduduk sekitar sini dikarenakan banyak pengunjung yang datang. Namun sekalipun banyak, menurut gue masih dalam batas wajar dan tidak mengurangi kenyamanan kita bila berkunjung ke tempat ini. 

Saat weekend, gue melihat banyak penduduk sekitar yang sangat memanfaatkan tempat ini sebagai mata pencahariannya. Ada yang menjual makanan instan, ada yang menjual makanan home-made (bahasa kerennya warteg), ada yang menjual pernak-pernik aksesoris, ada yang menjual hiasan yang terbuat dari pasir dan cangkang-cangkang hewan laut, ada yang menyewakan selancar karet (ini kayanya wajib banget di tiap pantai), ada nelayan yang menyewakan perahunya untuk wisata ke tengah laut, dan berbagai macam profesi unik lainnya.

Jalur Kuda Laut
Gue sendiri sangat menikmati keadaan disini, penduduknya hangat dan ramah walaupun masih banyak penduduk yang kurang mengerti bahasa Indonesia secara fasih. Penduduk di sini masih banyak yang menggunakan bahasa ibu mereka, bahasa jawa kromo. Hal ini tentunya cukup menyulitkan gue untuk berkomunikasi dengan mereka, untungnya gue sedikit memahami bahasa ini. Jadi, lain kali kalau mau kesini, ajaklah teman yang bisa bahasa jawa kromo, ya.

Ada lagi keunikan yang menjadi ciri khas disini. Saat malam tiba atau di daerah yang sulit dicapai, kita bisa melihat sekelompok kera dengan ekor panjang bermain-main di kejauhan. Bahkan stok makanan yang kami tinggal di basecamp kami sempat menjadi incaran sekelompok monyet ini. Sekalipun sedang sepi pengunjung, kita tetap harus memperhatikan barang-barang milik kita disini dikarenakan monyet-monyet tersebut.

Beruntung saat kami disini kami bertemu dengan sahabat mapala METALA dari FE UMS (credit to Cipluk sang petualang partII), kami pun berbincang-bincang dengan mereka yang ternyata sudah sering menghinggapi tebing ini. Kami mendapat informasi yang cukup berharga tentang lokasi ini, salah satunya adalah jalur panjat yang bergengsi di tempat ini. Jalur ini dinamakan jalur kuda laut dan memiliki pemandangan yang tepat menuju ke laut apabila sang pemanjat tebing sedang difoto.. (Dokumentasi itu wajib, hehe)
Bouldering

Hari Senin, gue melihat sebuah kejanggalan di tempat ini. Tempat yang ramai dengan hingar-bingar wisatawan terlihat bagaikan sebuah kota mati bagi gue. Sebelum pulang, gue menyempatkan diri untuk makan di salah satu warteg disini karena sebelumnya kami memang selalu membawa perbekalan dan memasak sendiri. Ibu pemilik warteg ini sangat ramah dan untungnya beliau cukup cakap dalam berbahasa Indonesia. Gue mendengar kisah tentang tempat ini dan juga ramalan yang dipercaya oleh penduduk sekitar bahwa Pantai Siung ini akan kembali pada masa kejayaannya.
Gue pikir sih ya, memang saat ini Pantai Siung sudah akan kembali ke masa kejayaannya kok. Hal ini dikarenakan diantara sesama pemanjat tebing, tebing ini merupakan salah satu tempat yang cukup bergengsi. Bahkan sudah beberapa kali dijadikan tempat untuk kompetisi panjat tebing. Sedikit teknis, tebing disini sangat cocok untuk melatih Endurance, Power, dan Power Endurance karena jalurnya yang cukup menantang dan tekstur tebing karang yang lumayan tajam untuk dipegang.

Setelah selesai makan dan berbincang, gue membayar sebesar 10rb untuk seporsi nasi, telur dadar, sambal yang teramat nikmat, dan juga segelas teh manis. Lalu gue bersama rombongan pun pamit kepada Ibu penjaga warung tersebut. Kami pun berangkat kembali menuju Jakarta dengan kepuasan yang mendalam di hati dan kulit yang lumayan berubah warna karena lupa untuk membawa lotion sunblock.. Hahaha..

Gantian Manjat
Panjat..panjat!!